-->

Selasa, 01 Oktober 2024

Prevalensi Stunting di Kecamatan Pelangiran, Tahun 2024 Menurun


RIAUFAKTA.ID, PELANGIRAN - Stunting, kondisi gagal tumbuh yang dialami anak balita akibat kekurangan gizi kronis, menjadi masalah serius yang memerlukan perhatian lebih. Kekurangan gizi ini dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga masa awal kehidupan, tetapi baru tampak setelah anak berusia dua tahun. Oleh karena itu, periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) merupakan fase penting yang menjadi penentu pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas anak di masa depan.

Multidimensi Penyebab Stunting

Stunting disebabkan oleh berbagai faktor, tidak hanya berkaitan dengan gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil atau anak balita. Intervensi yang dilakukan pada 1.000 HPK menjadi langkah paling efektif untuk mengurangi prevalensi stunting. Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat perlu bersinergi untuk melaksanakan program intervensi ini secara konvergensi.

Inisiatif Pemerintah di Indragiri Hilir

Pada tahun 2019, Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir telah mengadakan Rembuk Stunting dan menetapkan 25 lokus desa untuk intervensi spesifik. Kecamatan Pelangiran terpilih sebagai salah satu kecamatan yang memiliki tanggung jawab untuk mengurangi stunting di tingkat desa. Pada tahun 2024, terdapat delapan desa/kelurahan yang menjadi fokus intervensi, yaitu Terusan Beringin Jaya, Tegal Rejo Jaya, Bagan Jaya, Tanjung Simpang, Saka Palas Jaya, Tagagiri Tama Jaya, Simpang Kateman, dan Kelurahan Pelangiran.

Data Prevalensi Stunting di Kecamatan Pelangiran

Berdasarkan grafik prevalensi stunting di Kecamatan Pelangiran, terlihat bahwa kasus stunting meningkat dari 85 pada tahun 2022 menjadi 92 pada tahun 2023. Namun, terjadi penurunan signifikan pada tahun 2024 dengan hanya 61 kasus. Meskipun beberapa wilayah menunjukkan peningkatan kasus stunting, penurunan dari tahun 2023 ke 2024 menunjukkan adanya keberhasilan program intervensi, meskipun perlu upaya lebih komprehensif untuk hasil yang lebih optimal di masa mendatang.

Program Intervensi yang Dijalankan

Kecamatan Pelangiran telah melaksanakan berbagai program untuk menurunkan angka stunting melalui perbaikan gizi, antara lain:

Sosialisasi ASI Eksklusif dan pendampingan pemberian MP-ASI.

Pendidikan gizi bagi ibu hamil.

Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) untuk remaja putri dan ibu hamil.

Konseling Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan pemberian makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil dengan Kekurangan Energi Kronis (KEK).

Penyediaan sarana air bersih dan sanitasi serta program kesehatan lingkungan.

Tantangan yang Dihadapi

Meskipun banyak program telah berjalan, masih terdapat faktor determinan yang perlu perhatian, seperti akses air bersih, sanitasi, dan perilaku hidup sehat masyarakat. Beberapa remaja putri yang menerima intervensi TTD belum mengonsumsinya secara teratur, mengindikasikan perlunya motivasi yang lebih baik.

Kelompok Berisiko yang Perlu Diperhatikan

Remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, bayi, dan anak di bawah dua tahun adalah kelompok yang berisiko tinggi terhadap stunting. Dukungan dan edukasi yang tepat sangat penting untuk memastikan mereka dapat mengasuh anak dengan baik dan memberikan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan yang optimal.

Ajakan untuk Kerjasama Lintas Sektor

Pemerintah Kecamatan Pelangiran mengharapkan dukungan dari berbagai pihak untuk menangani dan mencegah bertambahnya kasus stunting. Upaya pencegahan dan penanggulangan stunting perlu dilakukan secara terintegrasi, di mana kerjasama dan partisipasi aktif dari pemerintah desa/kelurahan sangat diharapkan untuk mencapai tujuan bersama dalam menurunkan angka stunting di Kecamatan Pelangiran.

Angka Stunting Menurun Drastis di Desa Tegal Rejo Jaya Tahun 2024


RIAUFAKTA.IDPelangiran - Stunting, yang merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, menjadi perhatian serius di Kecamatan Pelangiran. Masalah ini dipicu oleh faktor multidimensi yang mencakup gizi buruk selama kehamilan dan masa awal kehidupan anak. 

Oleh karena itu, periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) memerlukan perhatian khusus, karena sangat mempengaruhi pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak.

Sejak tahun 2019, Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir telah melaksanakan Rembuk Stunting yang menetapkan 25 lokus desa untuk intervensi dalam upaya menurunkan prevalensi stunting. Pada tahun 2024, Kecamatan Pelangiran menjadi salah satu daerah yang berkomitmen untuk mengatasi masalah ini, dengan delapan Desa/Kelurahan sebagai fokus intervensi: Terusan Beringin Jaya, Tegal Rejo Jaya, Bagan Jaya, Tanjung Simpang, Saka Palas Jaya, Tagagiri Tama Jaya, Simpang Kateman, dan Kelurahan Pelangiran.

Dari data terbaru, prevalensi stunting di Desa Tegal Rejo Jaya menunjukkan fluktuasi yang signifikan. Setelah meningkat dari 5 kasus pada tahun 2022 menjadi 7 kasus pada tahun 2023, angka ini menurun drastis menjadi 3 kasus pada tahun 2024. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun ada kemajuan, perlu ada langkah-langkah lebih kuat dan berkelanjutan untuk penanganan stunting secara efektif di tahun-tahun mendatang.

Berbagai upaya telah dilakukan di Kecamatan Pelangiran untuk memperbaiki status gizi anak, termasuk sosialisasi ASI eksklusif, pendidikan gizi untuk ibu hamil, dan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dengan Kekurangan Energi Kronis (KEK). Inovasi PENCETIN (Pelangiran Cegah Stunting) juga diperkenalkan sebagai salah satu langkah strategis dalam pencegahan stunting.

Namun, tantangan tetap ada. Faktor determinan seperti akses terhadap air bersih, sanitasi, dan pola asuh yang tidak tepat masih menjadi kendala dalam perbaikan status gizi. Remaja putri yang seharusnya mendapatkan Tablet Tambah Darah (TTD) terkadang masih enggan mengonsumsinya, yang berkontribusi pada masalah anemia.

Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana bersama Puskesmas telah melakukan monitoring untuk mengevaluasi pola asuh dan perilaku hidup bersih di masyarakat. Upaya ini berfokus pada kelompok berisiko, termasuk remaja putri, calon pengantin, ibu hamil, dan anak di bawah dua tahun.

Pemerintah Kecamatan Pelangiran mengajak seluruh sektor untuk bekerja sama dalam menangani masalah stunting. Dengan upaya pencegahan dan penanggulangan yang terintegrasi, diharapkan angka stunting di wilayah ini dapat terus menurun, sehingga anak-anak tumbuh sehat dan cerdas, serta terbebas dari risiko stunting di masa depan.

Prevalensi Stunting di Kecamatan Reteh Fokus pada 1000 Hari Pertama Kehidupan


RIAUFAKTA.IDRETEH - Kecamatan Reteh, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), masih menghadapi tantangan serius terkait stunting, meskipun sejumlah kemajuan telah dicapai. Stunting, yang merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis, berdampak pada pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif anak. 

Fenomena ini terutama disebabkan oleh kurangnya asupan gizi pada masa krusial 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) – mulai dari kehamilan hingga anak berusia 2 tahun.

Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Inhil telah memfokuskan intervensi penurunan angka stunting pada periode 1000 HPK melalui rembuk stunting yang dilakukan sejak 2021.

Dalam rembuk tersebut, 40 Desa/Kelurahan ditetapkan sebagai lokasi fokus (lokus) untuk program tahun 2022. Rembuk stunting ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan spesifik di setiap desa dan mencari solusi yang tepat.

Data prevalensi stunting di Kecamatan Reteh untuk tahun 2022 hingga 2024 menunjukkan adanya upaya berkelanjutan dalam penurunan kasus. Meski demikian, tantangan masih tetap ada, terutama terkait faktor-faktor penyebab stunting yang bersifat multidimensi, seperti sanitasi yang buruk, akses terhadap air bersih, dan pola pemberian makan yang tidak tepat. 

Pemerintah Daerah dan Dinas Kesehatan Kabupaten Inhil beserta jajaran terus mendorong upaya kolaboratif antara masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha dalam mengatasi permasalahan ini.

Keberhasilan intervensi stunting sangat bergantung pada konvergensi program dan sinergi berbagai pihak, terutama dalam memaksimalkan pemberian gizi dan perbaikan pola hidup sehat selama masa 1000 HPK. 

Dengan fokus yang kuat pada pencegahan dini, diharapkan prevalensi stunting di Kecamatan Reteh terus menurun, memberikan harapan bagi generasi mendatang untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal.

Prevalensi Stunting di Kecamatan Tanah Merah: Penurunan Kasus pada 2024


RIAUFAKTATANAH MERAH - Prevalensi stunting di Kecamatan Tanah Merah menunjukkan perubahan signifikan dalam tiga tahun terakhir. Berdasarkan data e-PPGBM, jumlah kasus stunting pada 2022 tercatat sebesar 2,1%, yang kemudian meningkat menjadi 2,9% pada 2023. 

Namun, pada 2024 terjadi penurunan menjadi 2,4%. Dari delapan desa di Kecamatan Tanah Merah, dua desa—Desa Sungai Nyiur dan Desa Sungai Laut—berhasil mencatatkan penurunan prevalensi stunting secara bertahap dari tahun 2022 hingga 2024.

Penurunan ini menunjukkan efektivitas program intervensi stunting yang dilakukan pemerintah setempat melalui berbagai upaya perbaikan gizi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Beberapa langkah yang telah dilaksanakan di Kecamatan Tanah Merah antara lain pelatihan penanggulangan stunting, penyuluhan ASI eksklusif, pemberian daun kelor untuk ibu hamil, dan distribusi bantuan berupa makanan tambahan (PMT) serta susu melalui program CSAR.

Selain itu, kunjungan rumah secara rutin untuk anak stunting dan penyuluhan terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) juga terus dilakukan oleh tenaga kesehatan setempat. 

Pemerintah juga melakukan pendampingan pada keluarga yang belum memiliki BPJS atau belum terdaftar dalam Kartu Keluarga (KK), serta pemberian bantuan BLT kepada ibu balita stunting.

Faktor Kendala yang Masih Dihadapi

Meskipun sudah ada penurunan, masih terdapat beberapa kendala yang perlu diatasi untuk menurunkan prevalensi stunting lebih signifikan. Salah satu kendala utama adalah pemberian ASI eksklusif. Sebanyak 12 anak stunting di Kecamatan Tanah Merah tidak mendapat ASI eksklusif, terutama karena ASI tidak keluar atau kurangnya pengetahuan ibu.

Selain itu, hanya 4 dari 22 balita stunting yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Paparan asap rokok juga menjadi masalah, dengan 18 anak balita terpapar asap rokok dari anggota keluarga yang merokok. Faktor lain yang mempengaruhi stunting termasuk akses terhadap air bersih dan sanitasi, di mana 4 anak stunting tidak memiliki akses ke air bersih yang layak.

Kekurangan gizi seimbang juga menjadi faktor penting, dengan 9 dari 22 balita stunting di Kecamatan Tanah Merah kurang mendapatkan konsumsi gizi yang seimbang. Penyakit infeksi, seperti diare, ISPA, dan TB paru, juga berkontribusi langsung terhadap tingginya angka stunting di wilayah ini.

Pemerintah dan masyarakat setempat perlu meningkatkan kolaborasi dan komitmen untuk terus menekan angka stunting dengan memperkuat program kesehatan, penyuluhan, serta perbaikan akses sanitasi dan gizi.


Penurunan Stunting di Desa Harapan Makmur Tahun 2023-2024


RIAUFAKTA.IDHARAPAN MAKMUR - Desa Harapan Makmur mencatat penurunan prevalensi stunting pada balita dari 0,127% di tahun 2023 menjadi 0,126% di tahun 2024. Meskipun jumlah balita stunting tetap satu orang, upaya terus dilakukan oleh pemerintah desa dan Puskesmas setempat untuk menekan angka stunting melalui berbagai program intervensi.

Beberapa program yang dilakukan antara lain pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) kepada ibu hamil dan remaja putri, pemberian makanan tambahan (PMT), vitamin A, serta pendampingan pemberian ASI eksklusif. Selain itu, dilakukan rujukan balita stunting ke dokter spesialis anak di Kabupaten Indragiri Hilir untuk perawatan lebih lanjut.

Faktor utama penyebab stunting di desa ini meliputi asupan gizi yang tidak memadai, sanitasi yang buruk, serta kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi. Kelompok yang menjadi perhatian dalam pencegahan stunting antara lain remaja putri, ibu hamil, dan balita.

Desa Harapan Makmur juga bekerjasama dengan lintas sektor, termasuk Dinas Kesehatan, dalam memperkuat intervensi spesifik dan sensitif untuk mencegah stunting. Upaya ini diharapkan dapat terus menurunkan angka stunting di masa mendatang.

Dalam Tiga Tahun Terakhir, Kasus Stunting di Desa Simpang Kateman Terus di Tekan


RIAUFAKTA.IDKATEMAN -  Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir melalui Dinas Kesehatan Inhil terus melakukan berbagai upaya dalam penurunan stunting di wilayahnya, khususnya di Desa Simpang Kateman, Kecamatan Pelangiran.

Data terbaru menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Desa Simpang Kateman mengalami fluktuasi dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2022, tercatat ada 7 kasus stunting, yang kemudian meningkat menjadi 14 kasus pada tahun 2023. Namun, upaya pencegahan dan intervensi intensif akhirnya mampu menekan angka ini menjadi 9 kasus pada tahun 2024.

Penurunan kasus stunting dari 14 kasus di tahun 2023 menjadi 9 kasus pada tahun 2024 ini merupakan hasil dari konvergensi program percepatan penanganan stunting yang melibatkan berbagai sektor. Meskipun telah menunjukkan kemajuan, angka ini masih jauh dari target, sehingga dibutuhkan langkah-langkah penanganan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan untuk menurunkan prevalensi stunting secara lebih signifikan pada tahun-tahun mendatang.

Berbagai upaya telah dilakukan di Kecamatan Pelangiran, terutama fokus pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Beberapa langkah intervensi meliputi sosialisasi pemberian ASI eksklusif, pendidikan gizi untuk ibu hamil, pendampingan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada balita, dan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) kepada remaja putri di sekolah. Selain itu, inovasi PENCETIN (Pelangiran Cegah Stunting) yang digagas oleh UPT Puskesmas Pelangiran juga menjadi salah satu bentuk dukungan strategis dalam menurunkan angka stunting di kecamatan ini.

Namun, terdapat beberapa faktor determinan yang memerlukan perhatian serius, seperti akses terhadap air bersih, ketersediaan jamban yang layak, perilaku pemberian ASI eksklusif, serta kebiasaan merokok di dalam rumah tangga. Tantangan-tantangan ini masih menjadi kendala dalam upaya pencegahan stunting, meskipun berbagai program telah dilaksanakan.

Selain itu, remaja putri sebagai kelompok berisiko juga mendapatkan perhatian khusus. Meskipun sudah diberikan intervensi berupa Tablet Tambah Darah, beberapa remaja putri masih enggan mengonsumsi tablet tersebut secara teratur. Rendahnya kesadaran dan motivasi diri untuk menjaga kesehatan menjadi salah satu tantangan yang perlu diatasi melalui sosialisasi dan pendampingan yang lebih intensif.

Melalui monitoring dan analisis yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana serta Puskesmas, pola asuh balita, pola konsumsi ibu hamil, dan perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat menjadi area intervensi yang masih membutuhkan pembinaan lebih lanjut. Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan anemia diharapkan dapat terus menekan terjadinya stunting pada bayi yang lahir.

Pemerintah Kecamatan Pelangiran sangat berharap dukungan dari berbagai pihak, baik lintas sektor maupun masyarakat, dalam penanganan stunting. Kerjasama yang solid dan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat sangat dibutuhkan untuk mencegah dan menanggulangi stunting secara menyeluruh.

Diharapkan dengan langkah-langkah yang tepat, angka stunting di Kecamatan Pelangiran dapat terus menurun dan anak-anak di wilayah ini tumbuh sehat, cerdas, serta terbebas dari stunting.

Tren Penurunan Kasus Stunting di Kecamatan Enok 2022-2024


RIAUFAKTA.IDENOK - Kecamatan Enok mengalami tren penurunan signifikan dalam kasus stunting di sebagian besar desa dari tahun 2022 hingga 2024. 

Beberapa desa, seperti Desa Suhada dan Sungai Ambat, berhasil menunjukkan penurunan jumlah kasus stunting yang stabil. Desa Sungai Rukam, misalnya, turun dari 4 kasus di 2022 menjadi hanya 1 kasus pada 2023 dan 2024. 

Namun, ada desa seperti Desa Pusaran yang meskipun sempat menurun, mengalami lonjakan kembali pada tahun 2024 dengan 5 kasus setelah sebelumnya hanya 1 kasus.

Penurunan ini tidak lepas dari identifikasi berbagai faktor penyebab utama stunting, yang meliputi rendahnya pendidikan orang tua, terutama ayah dan ibu. 

Sebanyak 100% dari anak-anak yang terdampak berasal dari keluarga dengan ayah berpendidikan rendah, sementara 92,31% dari mereka juga memiliki ibu dengan pendidikan rendah. Faktor lain yang juga mempengaruhi termasuk paparan asap rokok (61,54%), kurangnya pemberian ASI eksklusif (69,23%), serta masalah dalam pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) yang berkualitas.

Sanitasi dan kebersihan yang rendah juga menjadi faktor penyumbang, dengan cakupan akses terhadap air bersih, jamban sehat, dan cuci tangan pakai sabun hanya berkisar 15-30%.

Sebagai langkah pencegahan dan intervensi, pemerintah setempat melakukan berbagai program, seperti edukasi tentang bahaya asap rokok dan pentingnya ASI eksklusif, serta advokasi untuk meningkatkan akses sanitasi melalui kerjasama lintas sektor. Edukasi mengenai kesehatan ibu dan anak, serta sanitasi, terus diberikan kepada masyarakat melalui posyandu, fasilitas kesehatan, dan berbagai kegiatan penyuluhan lainnya.

Dengan berbagai upaya ini, diharapkan tren penurunan stunting di Kecamatan Enok dapat terus dipertahankan dan meningkat di tahun-tahun mendatang.

© Copyright 2019 Riaufakta.id | All Right Reserved